SBNews.com (Kalianda) – Polemik penyaluran program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) sepertinya tidak kunjung usai, sejak memasuki th 2019 dengan peralihan program Rastra (Beras Keluarga Prasejahtera) diganti dengan BPNT. Padahal sejumlah pihak menilai jika BPNT lebih efektif dan manusiawi, seperti jauh hari pernah diungkapkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Penanganan Fakir Miskin (PFM) Kementerian Sosial ( Kemensos) Andi Dulung. Menurutnya, kehadiran BPNT membuat penerima bansos memiliki hak dan kebebasan memilih kebutuhan melalui bantuan yang diberikan.
Hal ini pun linier dengan pernyataan salah satu tokoh masyarakat Kalianda, Rudi Suhaimi, saat ditemui awak media ini, Selasa, 15 Oktober 2019 diruang kerjanya Radio Kalianda FM, menurutnya jika dalam program sebelumnya (Raskin, Rastra –red) banyak gejolak dilapangan karena beras yang diterima masyarakat kualitasnya kurang baik.
“Jika rakyat diberi beras buruk, pasti menjerit. Sebagai kebutuhan pokok, beras ke masyarakat harus dengan kualitas baik,” ujar Rudi yang juga aktif di LBH Kalianda ini.
Lebih jauh Rudi menerangkan jika dalam program BPNT situasi lapangan lebih dinamis, maksudnya jika penyalur (supplier) program lebih kompetitif dengan menawarkan produk-produk terbaiknya. “Akan lebih kompetitif ditingkat lokal, pengusaha lokal bisa berpartisipasi aktif, masyarakat tidak mengeluh, tapi jangan dimonopoli pihak tertentu dong,” sergahnya.
Seperti dalam pemberitaan media ini sebelumnya, Menelisik ‘Gurita’ Bulog dalam Program BPNT di Lampung Selatan, yang disinyalir ada upaya monopoli dari pihak Bulog Lampung Selatan secara massif dengan menerbitkan surat perjanjian jual beli yang dibagikan keseluruh kecamatan, sementara jika mengacu surat edaran mentri sosial Nomor 1/MS/K/07/2019 cukup jelas bahwa peran dan fungsi Bulog dalam program BPNT semestinya hanya sebatas manajer penyediaan.
“Sudah jelas itu aturannya, Kementerian Sosial menunjuk Bulog menjadi manajer penyediaan atau manajer supplier di BPNT, jangan nabrak-nabrak geh,” imbuh Rudi.*[wib]