Yusuf, selaku perwakilan Hanuraja yang mengungkap dugaan kegiatan menyimpang, fiktif, dan terindikasi korupsi, dalam kegiatan; 1). Pengadaan cetak buku agenda pada kegiatan penyelenggaraan ujian sekolah/madrasah senilai Rp. 822.500.000,-; 2). Biaya pada pengadaan alat pendukung kompetensi SMK jurusan farmasi/keperawatan senilai Rp.332.035.000,-
“Maka yang paling bertanggungjawab ya PPK, karena korupsi pengadaan barang dan jasa diawali perencanaan dan penganggaran,” ujar Yusuf.
Masih menurut Yusuf, dalam analisa Hanuraja setidaknya ada delapan dokumen yang menjadi acuan investigasi apakah ada tindak pidana dalam suatu proyek
Pertama, yakni dokumen kerangka acuan kerja (KAK). Dokumen tersebut memuat latar belakang, nama pengadaan barang atau jasa, sumber dana dan perkiraan biaya, rentang waktu pelaksanaan, hingga spesifikasi teknis.
Yusuf menjabarkan jika spesifikasi teknis bisa dimainkan dengan menaikkan spesifikasi sehingga anggaran menjadi besar. “Juga mengarahkan spesifikasi teknis pada peserta lelang tertentu sehingga hanya satu peserta lelang yang lolos,” kata Yusuf.
Kedua, dokumen riwayat harga perkiraan sementara juga bisa jadi dasar mengurai wajar atau tidaknya suatu pengadaan. Dokumen tersebut bisa mengungkap sumber informasi yang digunakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menyusun HPS.
“Soal HPS ini seringkali disusun berdasarkan informasi harga dari perusahaan yang akan jadi pemenang tender atau distributor dari semua peserta tender,” sergah Yusuf. Setelah itu, ada Standard Bidding Document (SBD) yang dikeluarkan LKPP. Dokumen itu memuat data kualifikasi pengadaan.
Berikutnya, ada surat penawaran peserta lelang, dokumen kerja kelompok kerja unit layanan pengadaan, hingga berita acara penetapan pemenang tender. Baru kemudian dibuat kontrak kerja dengan pemenang lelang.
Berita Terkait:
http://sinarbangsanews.com/2019/04/12/aldila-saputra-kasubag-disdik-lampung-bungkam-adanya-dugaan-korupsi-pengadaan-buku-agenda-dan-pengadaan-alat-pendukung-kompetensi-senilai-1-miliar-lebih/
“Ayo coba, berani gak pihak dinas membuka kontrak pengadaan agar publik bisa membandingkan harga kontrak dengan harga pasar,” imbuh Yusuf. Sebab, masih menurut Yusuf, seringkali terjadi harga kontrak jauh melebihi harga pasar.
“Kesimpulan kami, proyek pengadaan barang selama ini menjadi ajang empuk alias ladang korupsi, itu mengapa temuan dan dugaan kami sampaikan ke Aldila Saputra selaku pejabat yang menerima surat permohonan klarifikasi kami, sebab temuan-temuan itu kan harus mereka jawab dalam klarifikasi,” tandas Yusuf.* (Pei)