SinarbangsanNews.com, Tulang Bawang — Pengadilan Negeri (PN) Menggala, kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Sidang yang berlangsung tertutup di PN setempat, Senin (25/04/2022).
Sidang tersebut dengan agenda saksi ahli Hukum Pidana dari Universitas Lampung Atas Nama DR. Eddy Rifai SH.MH., Ahli Psikolog Forensik Octa Reni Setiawati S.Psi., M.Psi, Ahli Forensik dari Rumah Sakit Umum Daerah Menggala dr. Andryani. Sp.FM, MH(KES),
Menurut Penasehat Hukum Terdakwa Muhammad Ali para saksi ahli ini dihadirkan untuk menjelaskan Fakta-Fakta sesuai Keilmuan mereka yang dapat mematahkan dalil dalil Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
“Seperti pendapat Ahli Pidana DR. Eddy Rifai bahwa nya keterangan orang dalam keadaan Kesurupan belum diatur di peraturan di Indonesia sebagai alat bukti”, ucap Muhammad Ali.
Saat selesai sidang DR. Eddy Rifai diwawancarai menerangkan asas hukum Unus Testis Nullus Testis Jika keterangan Saksi berdiri sendiri tanpa alat bukti lainnya maka tidak ada kekuatan.
“Pembuktian terkait kasus Terdakwa Paidi Keterangan Saksi tunggal yakni anak itu sebagai korban tanpa ada saksi yang melihat secara langsung lainnya harus disertakan bukti yang lain dikenal juga asas testinium de auditu bahwa saksi harus melihat, mendengar bukan dari keterangan orang lain artinya keterangan saksi berdiri sendiri tidak dapat diterima sebagai alat bukti”, katanya.
Iya menambahkan, apalagi bukti lainnya Visum et Efertum oleh dokter yang dihadirkan jaksa penuntut umum tersebut tidak menjelaskan di kesimpulannya bahwa telah terjadi tindak pidana Kekerasan Seksual sebagai mana Dakwaan jaksa penuntut Umum bahwa anak tersebut dibawah ancaman dan kekerasan saat dipaksa bersetubuh,” jelasnya.
Di tempat yang sama Ahli Forensik selepas sidang ahli tersebut menjelaskan bahwa hasil Visum Et Efertum yang dihadirkan dan dibacakan dipersidangan tadi yang dibuat oleh teman sejawat nya tersebut dilakukan sebatas kemampuan nya saja biasanya juga karena keterbatasan alat dan prasaran.
“Didalam kesimpulan Visum tersebut tidak cukup untuk membuktikan bahwa telah terjadi pidana Kekerasan Seksual karena tidak adanya keterangan adanya kekerasan seksual pada hasil Visum oleh dokter yang diminta Penyidik, serta untuk menjadikan hasil Visum dapat benar-benar dipakai sebagai Alat Bukti pada Dakwaan memaksa dengan kekerasan dan ancaman dalam persetubuhan harusnya mencantumkan lama atau tidak nya luka tersebut, adanya tanda tanda Kekerasan, bahkan dikenal juga robeknya selaput dara tersebut beraturan dan juga tidak beraturan dan masih banyak lagi,” Ujarnya.
Penasehat Hukum Muhammad Ali, juga menjelaskan bahwa, Penyidik dan Jaksa Penuntut saat sidang sebelumnya menghadirkan Saksi Ahli dokter yang Memvisum Korban adalah dokter spesialis kandungan bergelar SpOG, sedangkan untuk dapat mendapatkan hasil yang lebih jelas apakah keterangan pelapor dengan visum itu sesuai itu dibidang keahlian didunia kedokteran, harusnya dokter spesialis forensik yakni Forensik dan Medikolegal bidang inilah yang pas untuk memeriksa sesuatu untuk kasus kejahatan, agar tercapai benar benar Visum Tersebut sebagai alat Bukti Surat.
Sambungnya, karena telah diakui sendiri oleh Korban bahwa sebelumnya dipersidangan dia pernah melakukan persetubuhan dengan Pacarnya, artinya hasil Visum yang menerangkan bahwa Selaput Dara sudah tidak intake(robek) bukan lah klien kami pelakunya, apalagi setelah bertanya dipersidangan tadi saksi ahli berikut nya ahli Psikologi Forensik menerangkan secara garis besarnya Korban Kekerasan Seksual itu akan mengalami Trauma didalam dakwaan. Dari kejadian nya Tanggal 29 Juli 2021 anak tersebut dipaksa bersetubuh kemudian Pada Tanggal 12 Agustus 2021 kembali anak tersebut ikut menaiki kendaraan terdakwa dari rumah nya ke tempat kerjanya di Cafe tanpa menunjukkan tanda tanda Trauma, biasanya anak yang mengalami Trauma tidak mau melihat bahkan bertemu lagi dengan orang yang telah melakukan kekerasan seksual terhadap nya, dan ada bukti bukti lain anak tersebut tidak menunjukkan Trauma sebagai mana lazimnya anak yang menjadi korban kekerasan Seksual.” Bebernya.
“Sidang selanjutnya adalah mendengarkan Keterangan Terdakwa semoga kedepannya didalam pembelaan kami, Hakim yang Mulia dapat memutuskan perkara ini dengan Keyakinan nya dan Fakta-Fakta yang ada serta dengan seadil adilnya Bapak Paidi Bin Abdul Roni Bebas dari segala Tuntutan,” harapan nya.
(Prihantoro)